Saturday 22 May 2021

Cerita Cerita Jakarta: 10,000 Langkah

Ada satu buku yang lagi happening in town. It's "Cerita Cerita Jakarta", I think isinya kayak antologi tulisan mengenai Jakartans story gitu si. Terus gue sedih sendiri karena ga diajak nulis (?) *lah lau sokap

Canda bos, tapi ada benernya dikit. Padahal gue merasa gue kan "batavian parahhh", sampe punya akun batavianmade sendiri. Ya pengen gitu lah ngeksis juga di Cerita Cerita Jakarta - aktualisasi diri kalo gue beneran orang Jakarta! (Maklum, soalnya dari screening tinggi badan gue udah ga mumpuni buat ikut abang none jadi merasa kalo nulis ginian mungkin masih bisa tercapai). 

Oke karena gue ga diundang (lagian elu siapa Ay, masuk circle penulis juga kaga - tulisan di blog ini juga isinya ampasan wkwkwk), gue mau cerita tentang Cerita Jakarta Ala Gue Sendiri! 

---

Alkisah, 22 Mei 2021 seorang gadis sebut saja A (belakangnya -ya) lah gue dong hendak menghadiri vaksinasi ke-2 di Senayan. Singkat cerita, si A dapet vaksin gratis program dari kantor tempatnya bekerja. Dari semalam sebelumnya memang sudah niat bangun pagi, sehari sebelumnya pak bos curhat beliau dateng jam 7.30 kelar jam 9.30. "Wah 2 jam doang kalo dateng pagi, jauh lebih cepat daripada terakhir kali gue datang vaksin, datang jam 10 kelar jam 14", batin si A. 

Dikerahkannya seluruh tenaga untuk bangun pagi. Setelah mandi, A pun sarapan sekenanya lalu segera memesan ojek online dengan destinasi Stasiun MRT Fatmawati. Jalanan Sabtu pagi memang cukup lengang. Udara masih sejuk dan angin masih sepoi-sepoi, walaupun pakai masker rasanya juga masih tetap dingin. Setelah 15 menit berjalan, tiba-tiba gerimis tipis-tipis. Ah kalau masih gerimis rasanya tidak perlu turun untuk pakai jas hujan. Tapi abang ojek berkata lain, "Mba, mau menepi dulu untuk pakai jas hujan?". Sebetulnya gak perlu ribet sampai turun juga sih, tapi toh sedang tidak dikejar waktu juga jadi mungkin ada baiknya pakai jas hujan buat jaga-jaga. "Saya pakai yang poncho aja ya pak", ujar A seraya meletakkan handphone nya di bagian selipan punggung backpack-nya. 

Motor pun menepi dan A turun dari motor tanpa menyadari handphone-nya terjatuh ke tanah.

"Mba, hp nya jatuh", ucap abang ojek.

"Waduhhh iya gak sadar saya" balas si A. Reaksinya agak lebay, padahal hp nya sudah sering terjatuh. Pakai tempered glass sih, jadi A sebetulnya tidak terlalu khawatir. Lalu dipungutnya hp tersebut kemudian tak acuh memasukkan kembali hp nya ke selipan yang sama. 

Hp nya jatuh lagi. 

Ah.. begonya, batin si A. Saking sibuknya memakai poncho, sampai-sampai tidak ada waktu untuk berpikir bahwa selipan tas tersebut memang sebetulnya bolong. Maklum, backpack baru, belum hafal-hafal amat detilnya. "Aduuuh jatuh lagi, maaf ya pak", entah kenapa A minta maaf sama abang ojek. Mungkin reflek. A pun memungut hp nya kembali kedua kalinya dengan rasa malu lalu menyelesaikan proses pakai ponchonya supaya bisa segera melanjutkan perjalanan. "Untung pakai masker, jadi ga keliatan amat muka malunya", A mengucap dalam hati. 

Sesampainya di Stasiun MRT Fatmawati, A turun dari motor dan abang ojek pun tak lupa mengingatkan "Hp nya gak jatuh lagi kan mba?". Setelah selesai merapikan poncho A pun berterima kasih kepada abang ojek lalu segera naik ekskalator.

Tiba di pintu masuk MRT, ternyata masih aja ada pemeriksaan. A sudah menyodorkan tangannya, padahal ternyata tidak perlu karena pemeriksaan suhu ternyata sudah dilakukan via kamera. Astaga malu banget. Ternyata butuh periksa tas. Hah.. ini backpack buat laptop ada 4 bukaan, kalau mau diperiksa bagian mana yang mesti dibuka? A pun asal membuka resleting pertama yang disentuh tangannya. Bodo amat deh tidak usah diperiksa semua, paling juga cuma formalitas petugas. 

A masih gagal paham sama konsep MRT yang masih mengharuskan pemeriksaan barang secara manual oleh petugas. Kayak, kenapa gitu? Pertama, kalau orangnya punya tas ribet dan banyak bukaan seperti A, apa tidak membingungkan harus memeriksa bagaimana? Kedua, kalau kondisi stasiunnya lagi peak hour apa tidak jadi bottleneck ya? Aneh banget lah. Padahal sebetulnya di stasiun MRT itu udah ada alat pendeteksi tubuh dan barang bawaan juga kayak di mall-mall, jadi si pemeriksaan manual ini buat apaan sebenarnya. 

Selepas tap kartu, A pun melipir ke kamar mandi. Cuci tangan, cuci kuku soalnya tadi habis memungut hp dari tanah. 

---

Setibanya di Senayan (lokasi yang sama saat vaksin pertama), A pun bingung dengan signage yang gak jelas. Akhirnya biar cepat, tanya petugas aja supaya bisa mengarahkan antre dimana. Petugas pun mengarahkan ogah-ogahan, mungkin karena lagi sibuk nyambil kerjaan lain juga. 

Ah, aneh banget. Vendor vaksinasi ini bisa bikin mobile app tapi bikin signage aja gak bisa. Lagi-lagi, bikin bete. Sebetulnya bete karena jadi harus ngomong sama orang pagi-pagi padahal nyawa belum kumpul. 

A pun mengantre dan sekilas melihat seseorang mirip teman kantornya. Hmm, kalau dalam kondisi normal A sudah pasti menyapa. Tapi entah kenapa pagi itu karena bawaan masih kumpulin nyawa, sarapan seadanya, dan masih belum mood untuk menyapa orang jadi A berpikir untuk menyapa lagi nanti. Atau mungkin menunggu sampai disapa olehnya. 

Di dalam tas, A memang sudah selalu menyiapkan buku bacaan kemana pun dia pergi dan kalau dirasa akan ada proses menunggu yang membosankan. Sebisa mungkin dia membaca dimanapun dia ingin dan tempatnya memadai. Dia pun mengantre berdiri sambil baca buku. Aduh, seru banget ceritanya. Pas lagi asik-asik baca buku karena mulai masuk bagian klimaks, kemudian halaman ke-98 hilang. Lah... antiklimaks. 

Ternyata halaman 98-127 ngawur semua. Entah hilang, entah acak. Pokoknya ngawur. Sebetulnya ini adalah buku ke-sekian yang A beli dari Penerbit X. Di setiap bukunya, Penerbit X selalu menyelipkan halaman terakhir untuk informasi dan panduan retur buku apabila bukunya cacat. Selama ini ketika membaca buku lain tidak ada masalah, tapi tidak disangka juga ternyata kejadian juga. Kirain rasio kejadian tersebut adalah 1:100000. Ternyata apes juga ya dapet itu. 

Mood makin ancur lah, sudah panas, pegel berdiri, ditambah kini tidak ada bahan bacaan. Pusing googling sana-sini dimana ya tempat pengiriman paket terdekat supaya hari itu sekalian bisa langsung kirim retur buku. Mana jauh banget alamat retur bukunya ke Ponorogo, Jawa Timur. Duh, berapa hari ya buku barunya sampai? Nanggung banget ceritanya.

---

Antre berdiri hampir 2 jam hanya untuk registrasi. Ditambah 1 jam terakhir yang cukup sengsara karena tidak ada bahan bacaan jadi hanya main hp saja. Teman kantor A pun terlihat lebih dulu mencapai meja registrasi, lalu tatapan mata A dan temannya bertemu akhirnya terjadilah proses saling sapa. Ah ya, refreshing juga setelah 2 jam tidak ngobrol sama manusia lain selain bilang "maaf" ke orang yang antre di depan karena tidak sengaja menginjak sepatunya ketika lagi jalan. 

Akhirnya tiba giliran A untuk ke meja registrasi. A pun sudah siap dengan dokumennya; formulir, fotokopi KTP, bukti undangan dll. Ternyata yang dibutuhkan formulir dan KTP asli. Aduh, mesti rogoh dompet buat ambil KTP. "Aduh, benerin deh rambu-rambu lo kalau butuh KTP asli tulis dimana kek gitu jadi kan bisa disiapin duluan", batin A. 

Petugas registrasi pun mengecek KTP dan membandingkan dengan formulir lalu memberi stempel dan paraf. Hah... kalau dipikir-pikir nih, gitu doang sampai hampir 2 jam? Apa gak ada cara lebih baik pakai teknologi? Ini vendor lu kan sudah punya mobile app, apa benar-benar gak ada cara lain? Gagal paham lagi. 

Setelah registrasi, seluruh peserta vaksinasi diarahkan menuju tempat asesmen. Sebelumnya semua peserta diberitahu oleh petugas bahwa akan dicek bukti keikutsertaannya dalam program vaksinasi. Beberapa hari sebelumnya, kantor A menyarankan pada semua karyawan untuk mengeprint sertifikat vaksin pertama supaya kalau ditanya petugas nantinya tidak terjadi kontak langsung dengan handphone. Namun sepertinya yang petugas maksud kali ini adalah bukti screenshot lain. Untuk jaga-jaga, A pun mengambil screenshot yang dimaksud, tapi tetap tidak mau mengeluarkan handphone. 

Tibalah seorang petugas mendatangi A yang sedang duduk dan hendak memeriksa bukti tersebut. A pun memperlihatkan sertifikatnya. 

"Maaf Bu, maksudnya yang di website" ujar petugas tersebut. 

"Lah ini udah ada sertifikatnya malah, bukti apalagi yang lebih bukti sih" dumel si A. Padahal dia sudah tahu juga kalau bakal ditanya screenshot dari website. 

"Maaf Bu, untuk memastikan saja"

Dengan berat hati, A pun memperlihatkan handphonenya walau sebetulnya agak males dan bete juga sih karena mesti rogoh kantong celana untuk ambil hp. Hari itu A pakai baju terusan panjang sehingga kalau mau ambil hp di kantong memang harus agak menyingkap baju terusannya. Ribet memang. Tapi selera fesyen A memang konsepnya adalah "kadang ribet". 

Gagal paham lagi. Buat apa pula sih dicek screenshot website kalau cuma dilihat sepersekian milidetik padahal udah jelas-jelas ada hardcopy yang bisa dengan leluasa dipindahtangankan. Sudah jelas gak bakal keliatan juga tulisan nama dan NIK yang ada di screenshot itu. Kalaupun kelihatan harusnya dibandingkan dengan nama dan NIK yang ada di form bukan? Bagaimana kalau kita asal comot screenshot download-an dari Google? Apakah petugas akan tetap meloloskan kita ke ruangan berikutnya? Toh bagi kalian yang penting hanya tunjukkin handphone dengan screenshot bukan?

Formalitas di negara ini memang kayaknya sudah terlalu diromantisasi. 

Selang 30 menitan berlalu, akhirnya giliran A buat diperiksa dan diwawancara petugas. Cek suhu dan tensi darah lalu juga ditanya bagaimana apakah hari ini sehat dsb. Ya, alhamdulillah sehat. Padahal dalam hati sudah ingin jawab, agak terguncang mental ini setelah diharuskan ngantre panas-panas satu setengah jam. 

Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya A masuk ke bilik penyuntikan, A pun seraya menutup tirai bilik penyuntikan. Kan pakai kerudung, jadi tidak boleh dilihat laki-laki dong. Saat A sedang sibuk menyingsingkan bagian bajunya sebelah kiri untuk disuntik, ada laki-laki masuk ke dalam bilik. A pun sudah dalam kondisi membuka lengan baju sebelah kirinya.

"Mba, kok ada laki-laki ya?", bisik A yang cukup kaget karena saat vaksin pertama laki-laki disuntik di luar, tidak di dalam bilik. 

"Hmm, iya nih masuk-masuk aja.." balas petugasnya. Sepertinya dia juga bingung mau mengusir tapi kondisinya laki-laki itu juga sedang mempersiapkan proses penyuntikan. 

"Ya sudah mbak cepat aja ya kalau gitu", ucap A seraya menarik napas dan menahannya. 

Se-level negara saja memang sudah banyak bobroknya, apalagi di level eksekusi program kerja seperti ini ya seharusnya sebagai rakyat kita memang harus pandai-pandai tahu diri dan tidak mengharapkan apa-apa. Walau agak kaget entah darimana ada laki-laki nyelonong masuk, tapi kalau dipikir-pikir, ya sudah biasa juga orang Indonesia abai dan tak acuh seperti itu. Termasuk si A yang abai dan tak acuh karena sedang tidak ingin ambil pusing karena hal tersebut. 

---

Selesai juga prosesnya. A pun menuju pintu keluar namun diarahkan ke ruang observasi selama 15 menit. Observasi? Proses apa ini? Sebelumnya tidak ada. Di ruangan observasi banyak orang duduk-duduk. A yang tidak mengerti orang-orang ini sedang apa pun akhirnya memastikan kepada petugas ini proses apa dan apakah wajib atau tidak. Observasi pada dasarnya adalah mengistirahatkan tubuh selama 15 menit untuk memantau reaksi selepas vaksin. Karena banyak orang di ruangan tersebut dan tidak nyaman, A pun memutuskan mendinginkan diri sambil cuci tangan di kamar mandi. 

Setelah dirasa tubuhnya cukup dingin dan kuat untuk berjalan lagi A pun segera menuju pintu keluar. Namun, tiba-tiba dihadang oleh SPG yang menawarkan kopi susu. A pun sebetulnya enggan beli kopi tersebut karena malas keluarin dompet. A pun beralasan tidak suka kopi. Bohong. Padahal A penggemar berat kopi. Tapi SPG tersebut cukup memaksa dan berdalih untuk membeli kopinya sebagai penglaris karena belum ada yang beli daritadi. 

Yah, terlepas dari dia bohong atau tidak, sebagai sesama karyawan A pun mengerti perasaan SPG tersebut yang harus mencapai target sales tertentu. Lagipula, awalnya A sudah berbohong juga jadi kalaupun ini instant karma rasanya juga tidak apa. Harga kopinya 20 ribu rupiah. Cukup mahal untuk harga kopi yang merknya belum pernah A dengar sebelumnya. Karena ragu kalau-kalau rasanya terlalu manis untuk lidah A, dia pun memberikan kopi tersebut kepada satpam di gerbang keluar. A pun segera menuju stasiun MRT. 

--- 

"Ya ampun apakah ini satpam MRT yang tadi pagi atau udah ganti shift?", pikir A dalam hati saat melihat security MRT berdiri di posisi pintu masuk ke MRT bawah tanah. Kalau dipikir-pikir beliau juga berdiri terus ya kerjanya, sementara A ngantre 2 jam berdiri saja udah mendidih darah sekujur tubuh. Padahal juga 2 jam itu jauh lebih cepat dari sebelumnya 3 jam. 

Lagian biar apa sih stasiun MRT dijagain seperti itu. Apakah mungkin supaya tidak ada pengamen dan pedagang asongan masuk ke dalam ya? Kalau di Singapore, Seoul maupun Taipei sudah ga mungkin rasanya ada petugas yang tugasnya khusus menjaga pintu masuk seperti itu di stasiun MRT. 

A pun mengecek hp nya untuk mengabarkan temannya yang sebelumnya mengajak nongkrong bareng hari Sabtu itu. Ternyata belum ada pesan masuk, ah pasti temannya belum bangun. Jadi A hanya mengirimkan pesan kalau dia sudah selesai vaksin. Karena tidak ada kabar, A pun memutuskan untuk makan di kafe daerah Thamrin sembari berharap kalau ada tempat pengiriman paket terdekat disana. 

---

Kereta MRT pun menuju Stasiun Bundaran HI. Untuk menuju ke kafe yang diinginkan, harus menyambung transportasi via Transjakarta ke Shelter Bank Indonesia. 

A pun turun dari MRT dan bergegas menuju ke sambungan Shelter Transjakarta Bundaran HI. Duh ajegile, apes banget kudu tangga naik ke atas tinggi bener. Ini mah santai aja deh naiknya. Padahal di ujung ekor mata kita bisa melihat bus Transjakarta yang sedang mendekat. Tapi A ogah lari naik tangga. Rajin amat hari Sabtu gini, pikirnya. 

Ternyata kondisi di luar hujan gerimis. Jalanan pun basah. Bau aspal kena air hujan memang mantap. Lumayan juga kalau dipikir-pikir udah setahun tidak naik Transjakarta. Kangen juga rasanya. Sebisa mungkin A menikmati detik-detik yang berjalan sembari menunggu bus berikutnya. 

Sebetulnya A suka sekali commuting. Menurut A, commuting itu bikin capek tapi capeknya jelas (karena fisiknya dipakai). Bukan jenis capek yang kalau kita di kantor mumet tiap jam 4 sore habis meeting seabrek gitu lho. Namun kali ini agak kurang prepare juga yah commuting-nya, lupa bawa payung. Selepas turun di Shelter Transjakarta Bank Indonesia kondisi masih gerimis tipis-tipis. Tapi A paling anti banget menunggu tanpa arti, jadi tentunya dia terobos gerimis. Toh pakai kerudung ini, kalau dipikir-pikir setidaknya gerimis tidak kena langsung ke kulit kepala. Semoga sih tidak bikin pusing ya. 

---

Sembari menunggu lampu hijau pejalan kaki untuk menyebrang zebra cross, A pun mengambil posisi di bawah pohon supaya tidak kehujanan-kehujanan amat. Tiba-tiba ada bapak-bapak paruh baya lewat di depan A sambil seraya berkata "awas, hujan neng". Ya ampun, udah tahu kali pak. Sungguh informasi yang sia-sia. 

Lampu akhirnya hijau juga, berjalanlah A menyebrangi zebra cross. Menyebrangi zebra cross di Jakarta itu sebenernya bikin bahagia. Apalagi kalau habis hujan, makin dramatis. Serasa jadi model jalan di catwalk, dilihatin sama mobil dan motor yang lagi ngantre. Maklum, tinggi ga mumpuni jadi model, jadi ini satu-satunya catwalk yang bisa didapatkan. Caper banget ya. Bodo amat lah, yang penting menikmati jalan-jalan di Jakarta. 

Setelah 5 menit berjalan akhirnya tiba juga di kafe dengan fasad yang cukup old fashioned. Kental banget interior ala kafe Indochina. Kondisi di dalam kafe tidak ramai, hanya ada 2 pengunjung lain selain A. Ia pun memilih meja dekat jendela agak berjauhan dengan pengunjung lain biar prokes aja. 

"Untuk berapa orang kak?" tanya pelayan sembari memberikan buku menu pada A. A membala dengan memberi isyarat angka 1 dengan jari kepada pelayan tersebut.

"Sendiri maksudnya?" tanya pelayan itu lagi. 

Ya ampun, gak usah dipertegas gitu dong. A pun mengangguk. Matanya memandangi seluruh penjuru ruangan sambil mengecek posisi AC ada dimana, karena jujur cukup gerah juga. Entah karena habis berjalan kaki atau memang karena AC nya tidak dingin. 

"Di atas ada ruangan lagi mbak?" A bertanya karena ingin memastikan apakah ada ruangan lain yang bisa lebih sejuk dari ruangan ini. 

"Di atas smoking area dan tidak ber-AC kak"

Waduh, AC aja segerah ini gimana kalau ke smoking area di atas ya. Akhirnya A memutuskan untuk tetap di tempatnya. 

Setelah beberapa saat memilih menu akhirnya A pun memutuskan untuk memesan bakmi goreng djawa, lumpia goreng udang, dan kopi susu. Bakmi dan kopsus sebetulnya adalah pilihan aman ketika kita belum tahu cita rasa dari restoran tersebut. Lumpia goreng udang sengaja dipesan karena muncul di buku menu dan A kebetulan adalah penggemar berat segala spesies spring rolls, jadi sebenarnya dia pengen ngetes aja lumpia disini enak apa engga jika dibandingkan dengan spring rolls favoritnya. 

Bakminya enak, kopi susunya lumayan, tapi lumpia gorengnya masih belum bisa mengalahkan rasa spring rolls favorit A. Oke, demikian lah penilaian kuliner Jakarta dari seorang amatiran. A pun memutuskan tidak ingin berlama-lama di kafe tersebut karena gelap dan AC nya gak dingin-dingin amat sebetulnya. 

Oh iya, pas bayar A mesti memerhatikan jenis POS (point of sales) yang digunakan kafe tersebut. PR dari pak bos (banyakin observe POS yang dipakai di kafe-kafe buat next project di kantor). Hebat juga kafe yang berperawakan tradisional gini tapi mesin EDC nya banyak dan lengkap banget. Bahkan bisa terima berbagai macam e-wallet. Untuk cek jenis POS sebenernya mudah, cek aja di struknya. 

--- 

Saat makan tadi, A sudah googling tempat pengiriman terdekat. Ternyata ada JNE di daerah sabang, cuma beberapa meter dari kafe tersebut. Mantap, akhirnya dewi efisien berpihak padanya kali ini. 

Kantor JNE tersebut sepertinya bergabung dengan kantor travel agent. Hebat ya, Sabtu gini masih buka. Semangat ya buat para pekerja. Hidup karyawan! 

A pun bergegas menghampiri petugas. Ada satu petugas laki-laki dan satu petugas perempuan. Secara default sih A sudah pasti memilih menghampiri petugas laki-laki. Alasannya sederhana, kalau menghampiri lawan jenis biasanya lebih gampang untuk minta bantuan. Kebetulan lagi kepepet banget karena ini mau kirim paket dadakan, jadi butuh bantuan ekstra. 

"Mas, disini jual packaging gak ya? Saya mau kirim paket tapi belum punya bungkusnya", kata A seraya basa-basi kepada petugas. Padahal A sudah sering ke JNE, ya mana mungkinlah JNE jual packaging. Pan dia bukan warung. 

"Memang mau kirim apa mbak?" tanya mas-mas petugas. 

"Kirim buku sih, satu aja. Kayak mau retur buku gitu ke penerbitnya"

"Oh, paling nanti dibungkus plastik aja sih mba" 

"Oh oke boleh", A pun bahagia karena dugaan dalam otaknya benar. Pasti ujung-ujungnya ni buku cuma digubet plastik doang. 

Selain minta tolong untuk bukunya dibungkus, A pun juga nyusahin. Karena tidak punya stiker Tom & Jerry dan tidak ada kertas kosong akhirnya A minta kertas dan pinjam bolpen untuk nulis alamat. Tapi akhirnya selesai juga, walau sempat repot sedikit karena kode pos penerbitnya berbeda antara yang ditulis dengan yang ada di sistem JNE. 

Saat tadi jalan menuju JNE, sebetulnya A sudah memantau ada dua kafe baru. A cukup hafal isi Jalan Sabang. Maklum, karena pas kuliah A jarang nongkrong di kampus dan lebih suka nongkrong sendirian daerah Cikini dan Sabang. Sembari jalan keluar menuju shelter Transjakarta, A pun sengaja melihat dua kafe baru tersebut dari dekat untuk melihat isinya. Setelah melihat isinya, ternyata kurang menggugah selera. Tadinya A berencana mau spontan ngopi lagi di salah satu tempat tersebut kalau isinya menarik. Tapi interior terlalu modern, kafe-kafe di Jakarta Selatan juga banyak yang seperti ini. Kalau ke daerah Kota memang sebaiknya pilih kafe-kafe interior tradisional aja soalnya lebih nyaman buat nongkrong (p.s: kalau AC nya dingin). 

Sesampainya di perempatan, A agak bingung juga kalau Transjakarta arah sebaliknya ada dimana posisi shelternya. Cek Google, katanya sih belok kanan. A pun menyebrangi zebra cross tapi ternyata kosong tidak ada shelter di sebelah situ. Bikin capek aja. Ternyata justru shelternya ada di sisi jalan yang sedari tadi A sudah sambangi.

Hingga saat itu, teman A pun belum kunjung membalas pesan. Jadi A memutuskan untuk ke Grand Indonesia untuk membeli beberapa barang. Ketika tiba di shelter Transjakarta, A membunuh waktu dengan mencuci tangan di wastafel. Kalau ga ada tujuan, mungkin A bakalan duduk di bangku trotoar lalu memandang jalanan aja untuk membunuh waktu lagi. Toh masih ada sisa kopi susu tadi yang sudah dimasukkan ke dalam tumblernya, lumayan untuk teman melamun. Tapi karena sudah memutuskan untuk membeli barang di Grand Indonesia, jadi tidak ada alasan untuk melamun dadakan di pinggir jalan seperti itu. 

---

Bus pun tiba di shelter depan Plaza Indonesia. Wah, ternyata view patung Bundaran HI saat keluar shelter itu berbeda ya (yaiyalah). Kalau dari arah sini, kita gak dipantatin lagi, tapi disambut. A pun mengeluarkan hp nya untuk mengambil foto barang sejepret. 

Setelah itu ia harus menyebrang jalan agar tiba di pintu masuk pejalan kaki Grand Indonesia. Sebenarnya A sudah sering lewat pintu pejalan kaki Grand Indonesia, sudah tahu juga letaknya dimana. Namun pada saat itu mood iseng muncul, mungkin karena habis makan siang juga jadinya ada tenaga buat ngobrol sama orang random, akhirnya A bertanya iseng pada satpam masuk dari sebelah mana.

Lagi-lagi, masuk mall kudu ritual periksa tas manual. Lagi-lagi, A sembarang membuka bukaan tasnya tanpa peduli itu bagian mana. Biar hidup ini gak sunyi-sunyi amat, A pun dengan akrab berkata "isinya laptop doang pak". Lalu dipersilakan masuk. Tuh kan formalitas doang. 

Setelah mendapatkan semua barang yang dibutuhkan untuk traveling berikutnya, A pun segera membayar di kasir kemudian bergegas ke Stasiun MRT Bundaran HI untuk pulang. Jujur, sebetulnya ada keinginan untuk mampir toko buku tapi kaki udah terlalu pegel untuk thawaf di mall lagi. Ditambah dengan backpack berisikan laptop yang tadinya direncanakan buat digunakan untuk kerja di kafe, tapi ujung-ujungnya gak jadi. Teman A pun ternyata sudah membalas pesan, katanya maaf baru sempat cek pesan karena tadi lagi beres-beres rumah. A pun membalas tidak apa-apa karena ini sudah arah mau pulang jadi next time aja ketemuannya. 

Sebetulnya kalau dipaksakan mau ketemuan lagi setelah itu juga tidak apa sih. Toh kondisinya masih di luar rumah juga, jadi sekalian. Tapi kondisi fisik yang kian jompo memang tidak bisa bohong. 

A pun memutuskan untuk turun di Stasiun Cipete Raya karena memang biasanya kalau naik MRT turun disini lalu tinggal janjian sama abang ojek online untuk ketemu di depan McDonalds. 

Tadi pas turun MRT, sepertinya sih ngeliat sepasang orang yang mirip sama senior di kampus yang udah nikah. Ah tapi mungkin mirip doang kali ya, batin A. 

Abang ojeknya masih ngedrop paket dulu di dekat McDonald, jadi A menunggu sebentar di depan McDonald. Ternyata benar, sepasang tersebut adalah senior di kampus! Terjadilah reuni dan basa-basi singkat sebelum keduanya bergegas untuk pergi karena sepertinya sedang buru-buru. Kalau mereka sedang gak buru-buru, mungkin A bakal ajak life update lebih lama lagi karena kemarin belum sempet ucapin happy wedding secara proper. Yah, kalau dipikir-pikir dua orang tersebut namanya masuk di dalam kata pengantar skripsi A sebagai salah dua orang yang berpengaruh karena metode penelitiannya dijadikan referensi dan mereka pun selalu siap sedia buat dimintain waktu. 

Sempat juga beberapa tahun lalu saat masih garap skripsi, A berencana untuk minta diajarin sebuah metode lalu ngajak senior perempuan sebutlah T. Namun karena kondisinya mereka sudah pacaran pada saat itu, jadilah senior laki-lakinya ikutan juga. Jatohnya A jadi third wheeling, walau sebenernya diskusinya jadi lebih rich karena mereka berdua ini memang pintar-pintar.  

Akhirnya abang ojek tiba juga, A pun segera naik motor dan bersiap untuk pulang. Tiba-tiba smartwatchnya bergetar, takut ada telp atau WhatsApp masuk A pun segera mengecek. 

"Congrats, you've achieved 10,000 steps today!"

Wah..  10,000 langkah ya untuk hari ini padahal jalan sendirian. Setara nanjak gunung. Lumayan lah, olahraga. Hari ini walau banyak me-time nya, A merasa senang karena walaupun sendirian tapi otaknya masih menjadi teman setia yang selalu seru untuk diajak ngobrol. 

--- 

Intermezzo. Saat menuju perjalanan pulang di perempatan lampu merah Pasar Rebo, abang ojek sempat mengambil jalur kiri yang seharusnya ditujukan untuk kendaraan yang hendak belok kiri. Saat itu kondisi memang cukup padat dengan kendaraan dan motor yang ditumpangi A pun sedang berusaha mengambil jalur kanan kembali. Mobil belakang dengan tidak santainya mengklakson yang membuat A dan abang ojek pun terkejut sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih sebuah tempat kosong sambil menunggu lampu hijau. 

"Mobil Avanza aja udah berasa jalanan milik sendiri ya mbak" nyinyir abang ojek. 

A pun mengerti arah candaan ini, dengan segera menimpali "Iya, lebay ya.."

"Ya ampun, baru Avanza aja udah begitu. Gimana kalau BMW ya mbak". A pun membubuhi dengan tawa renyah sekenanya. Sebenarnya dalam hati A ngebatin "mobil begituan modelan G*Car pasti, makanya mode buru-buru", tapi karena G*Car sejatinya masih satu company dengan abang ojek yang sedang ditumpangi ia pun mengurungkan niatnya untuk mengatakan itu. 

Yah, apa boleh dikata... namanya juga Jakarta.

Friday 17 January 2020

Itinerary Taiwan 7D6N: New Year's Eve at Taipei 101!

Taiwan, 28 Des 2019 - 5 Jan 2020
.
Pas gue mau mau ke Taiwan, orang-orang pada nanyain gitu "Kenapa Taiwan sih?" 
Ya, mungkin dia kalah pamor ya sama Jepang yang sekarang semua orang kayaknya pada kesana. 

Tapi bener deh, menurut gue Taiwan ada keunikan tersendiri yang bikin gue mau kesana. 
Alasan utama sebenernya karena murah. (Gue udah research dan katanya sih gak semahal biaya hidup Korea Jepang). Alasan lainnya, karena gue pengen tahun baruan di luar, kemudian muncullah ide untuk tahun baruan lihat petasan di Taipei 101 (yang alhamdulillah kesampean juga disini hehe). 

Kenapa gak Jepang?
Duit nya lagi gamuat wkwkwk. Tahun 2019 gue kebanyakan jalan-jalan. Kapan nabungnya dong? 
Ohiya sama gue menganut prinsip: kalo lagi mainstream, gue gak dateng. Gue entar-entaran aja pas udah sepian dikit haha

---

Gue udah beli tiket dari jauh-jauh hari. Pas gue ke Singapore bulan Juli 2019 lalu, si Thesar tiba-tiba tertarik buat ikut. Eh deket-deket keberangkatan Opay mau ikut. Akhirnya kita Taiwan Trip bertiga deh tapi ngakaknya, semua beda flight HAHA!

Ohiya, VISA ke Taiwan bayar gak?
Kita bertiga free!
Kok bisa? 
Karena kita bertiga pernah punya visa Korea & Schengen dalam 10 tahun terakhir. Alias, bisa dipake di visa waiver. Caranya gampang banget sih! Kayak lo tinggal isi form ini, terus print, terus tunjukkin aja tiap ke imigrasi. 

---

Oh tentunya trip ini saya tidak pake tour. Karena jujur dari lubuk hati terdalam saya gak demen pake tour. Karena gak bisa eksplor. 

Taiwan ini kan terkenal sama boba, XXL fried chicken, ama makanan-makanan lainnya yang hits di Jakarta. Jadi enak juga nih buat kulineran. Selain itu, doi itu 3/4 pulau gue rasa adalah bukit dan pegunungan. Landscapenya the best sih!

---

Day 1
Sebenernya gue day 1 tuh isinya flight sendirian doang ama transit 12 jam di Singapore. 

IYA. 
12 JAM. 
DI SINGAPORE. 

Keselnya adalah temen-temen Singapore gue lagi pada liburan jadi gue sendokiran :) Tapi nih gue kasih tempat-tempat yang gue kunjungin selama transit 12 jam di Singapore! Gue ga nuker SGD karena gue ngandelin Jenius visa paywave (buat MRT ama bus) + credit card buat beli-beli.  

Ohiya jangan lupa, titip luggage aja di luggage store-nya Jewel Changi! Exit Terminal 1, arah ke Jewel. Depan Shake Shack. 12 jam cuma S$10. Terus naik MRT dari Changi ke RedHill. Sholat di mesjid deket RedHill (lupa namanya). Naik bus ke Tiong Bahru Bakery. Gue udah pernah si Tiong Bahru Bakery. Jadi gue coba makan di sebelahnya, namanya Merci Marcell. Terus liat-liat shop gemes di Tiong Bahru (tepatnya di Yong Siak Street): Nana & Bird, WoodsintheBooks, BooksActually, terus dia ada toko Kwani (tas-tas Korea) disitu! Terus gue balik ke airport aja karena gue capek jalan kaki pake boots. 

Sumpah. Drama banget sih gue. Jalan-jalan cuma bawa boots. Agak nyesel gabawa sneakers. Eh sebenernya gue sempet drama sama cowok gue sih gara-gara kata doi gausah bawa sepatu 2. Wkwk maap aku anaknya emang drama. Yaudah akhirnya di pesawat gue bener-bener copot cuyyy. Baru bisa tidur! Wkwk

Day 2

Flight gue dari SIN ke TPE tuh nyampenya jam 5 subuh. 
Nyampe airport gue bodohnya adalah langsung ke imigrasi, gak sholat dulu. Alhasil, di TPE abis imigrasi gak ada prayer room. Jadi menurut gue mending lo pada sholat sebelom imigrasi deh. Akhirnya ya gue sholat aja sambil duduk gitu. 

Terus menuju ke MRT. Buat selama perjalanan, seperti biasa gue mengandalkan Google Maps pake WiFi rentalan yang ada di Traveloka. 

Dari TPE ambil express train ke Taipei Main Station (bayarnya kayak 100rban gitu). Durasi 45 menitan. Dari Taipei Main Station, gue MRT ke hotel dulu. Turun Yuanshan Station. Drop luggage di hotel. Ketemu Thesar (yang udah sampe duluan). Nah karena itu udah jam 10an gitu gue laper banget kan. Jadi ketemuan ama Thesar makan roti dulu. Abis itu gue minta temenin Thesar beli sepatu karena gue pegel beneurrr. Akhirnya abis makan, kita ke Ximending. Beli sepatu disana gue nemu flatshoes lucu cuma 186rb tapi akhirnya jadi sepatu yang gue pake sepanjang di Taiwan! Dari Ximending, kita sok ide mau ke Songshan Airport. Si Thesar sok ide pengen foto begini. UDAH SAMPE SONO, DOI PEGEL. KAGAK JADI :))) untung lu temen guah. Yode, kita balik ke hostel kan. Makan dulu di ayam-ayam apa gitu sambil nunggu pacarkuw sampe hotelll. Pacarkuw sampe Taipei! Yey! Doi sehostel bareng Thesar. Terus ishoma ama makan dulu. Jam 2an gitu kita ke Tamsui (ujungnya MRT) karena mau ke Lover's Bridge dan Fisherman's Wharf buat liat sunset (eh gerimis, kaga ada sunsetnye). Jam 6an gitu kita naik MRT dari Tamsui ke Shilin Night Market deh!



Day 3

Janjian jam 8 pagi, gue ngaret 8.30 :) Berangkat ke Yehliu Geopark. Waktu itu agak gerimis dan berangin sih jadi kita juga agak hati2 jalannya. Main-main di Yehliu Geopark mostly foto-foto aja. Menurut gue tempatnya bagus sih kayak eksotis gitu, tapi kalo lu ga bawa pro camera kayaknya bakalan susah dapet angel bagus. Makan siang seafood di sekitar Yehliu Geopark. Soalnya susah cari makan halal disini jadi seafood aja paling aman wkwk



Abis makan siang kita Jiufen. Explore Jiufen Streets. Off to Shifen! (Pingxi Old Street) Nah buat ke Shifen ini jalurnya emang rada "tradisional". Jadi lo bener-bener mesti naik kereta macem kek KRL Jkt-Bogor dari Ruifang hingga ke Shifen. Tapi cuy along the way itu PEMANDANGANNYA BAGUS BANGET! NANGIS WOY. Release paper lantern at Shifen Old Street. Nah ada drama nih sepulang dari Shifen! 




Drama di Pingxi, Shifen:
Jadi ceritanya abis main-main dari Shifen itu si Thesar kudu cabut duluan kan. Katanya ada kerjaan (?) Gue ama pacar gue doang neh. Kita main-main dulu ke jembatan. Terus kita sadar nih belom Dzuhur-Ashar! Wah gila setan-setan dalam diri mulai memananas kan. Drama-drama mulai timbul. Jam setengah 5an sore gitu kita udah kocar kacir cari tempat wudhu di stasiun Pingxi. Abis itu gue mikir udah ga mungkin banget ada mushola di daerah tradisional kayak gini. Sholat duduk aja gitu pikir gue, sambil duduk di stasiun nunggu kereta. Terus tiba-tiba ada kereta dateng dan kita malah disuruh masuk. Kenapa kita berdua nurut aja ya? 
Ya terus intinya nyesel. Kenapa ga duduk dulu. Sholat dulu. Kezel kan eug, eug bilang ke cowok eug gamau tau pokoknya harus berenti di stasiun stop setelah ini. Dia iya iya aja. 

Ok tibalah saatnya kita stop. 

Eng ing eng!!!

Gelap bet stasiunnya kayak shelter busway tau ga sih lo? Yang kayak yaudah cuma platform doang gitu. Sepi, gak ada orang, DI TENGAH HUTAN DAN GUNUNG. Ok. Ngeri. Tapi karena lagi bete-betean akhirnya yaudah sholat duduk dulu masing-masing. 

Abis sholat Opay ngomong. "Ay sebenernya maghribnya udah dari 5.15". Sekarang 5.40an. Yaudah makin lemes, gue makin stress. Tapi yaudah saling minta maaf aja karena emosi dll. Ga ada gunanya juga bete-betean lagi terdampar gini. 

Kita berdua terdampar di Dahua Station. Kereta selanjutnya kayak 40 menit lagi. Gelap, dingin, gerimis, di tengah hutan. Kira-kira penampakan stasiunnya kayak gini, literally turun stasiun langsun rumah warga terus belakangnya gunung dan hutan wkwkwk


Jujur, gue takut banget disamperin setan Taiwan. Gue takut soalnya kalo setan dimari kudu gue bacain  ayat apa ye? Berdoa aja tuh kan gw. Gw dah baca doa-doa segala agama~~~ wkwk biar mempan

Akhirnya Opay ngomong kayaknya itu ada cafe kecil deh, lampunya nyala-nyala gitu. Kita memutuskan untuk kesana, berharap dapet penghangatan dan setidaknya ada orang lain disana. Berjalanlah kita kesana. 

WEH TIBA TIBA DIGONGGONG ANJENG (literally anjeng)

Buset kaget bun...

Terus ownernya ngomong "Sorry... we're closed... hey hey calm down" sambil nyuci piring. Terus akhirnya bilang ke kita kalo doi udah tutup dan kita akhirnya balik lagi ke stasiun itu berduaan duduk. Ya bener-bener nunggu, mana dingin. 

Gak lama kemudian, ownernya nyamperin kita ke stasiun. "Hey sorry, we're already closed. But maybe you want to come to my cafe? The next train is around 30 minutes, it's too long to wait here and it's raining". Dalem hati gue (((ALHAMDULILLAH, DARITADI KEK BAMBAAANG))) wkwkwk. Alhamdulillah... xie xie xie xie. Then, kita ke coffee shop dia. Kita pesen hot chocolate ama brownies. The best to have when you're lost in the middle of nowhere! Kalo gak salah namanya Yulu Cafe, silakan dicari ges~



Ternyata dia tinggal di cafe itu sama anjingnya doang namanya Ilo. Terus doi bingung kenapa kita bisa nyasar kesitu, doi juga bingung kenapa abis dari Taipei kita mau ke Taichung? Kayak "lo jadi tourist gak common banget sih emang ada apaan di Taichung". Wkwkwk anti mainstream bang konsepnya

Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba, sebentar lagi kereta datang. Gue sama Opay akhirnya bayar dan pamit lalu pulang. Sumpah pengalaman nyasar di tengah hutan, dan tiba-tiba nongol cafe ini ga bakal gue lupain sih. Karena berasa banget vibes di anime-anime yang suka tinggal di gunung gitu (?)

Pas kita balik ke kota, kita mampir-mampir dulu ke daerah Songshan. Tetiba gue kebelet boker. Anjir repot dah. Masalahnye ni negara kaga punya aer buat cebok kalo cuma di WC umum/di MRT station. Terus gue sama Opay rada survey dikit, dan akhirnya menemukan toilet yg ada aernya buat cebok. Kita ke toko buku Tsutaya. Bukan sembarang bidet guys, ini bidet yang bisa pilih aer panas gitu wkwkwk. Sungguh sebuah cebok experience yang hakiki. Abis itu kita ke Raohe Night Market. Cukup jalan kaki aja kok! 

Di Raohe Night Market kita nyobain makan oyster sama bola-bola ubi (padahal di Jakarta juga banyak). Tiap ke night market pasti selalu nemu stinky tofu deh huhu kenapa ya pada ngantri padahal baunya gaenak banget. Rada penasaran sih cuma tetep ga berani takut zonk

Day 4

Hari itu adalah 31 Desember 2019, yep. New Year's Eve! Plan kami tentu saja attraction utama, yaitu Taipei 101. Pagi itu kita as usual janjian jam 8 pagi, gue baru kelar rapi2 jam 8.30 LOL. 

Kita menuju ke Taipei 101 MRT Station. Kita naik ke Taipei 101 Observatory, tiket nya sekitar 300ribuan/pax kalo dirupiahin. Bisa gesek CC kok jadi cash mu tidak terganggu gugat. Aman. Karena masih pagi dan saat itu berkabut banget jadi ternyata view dari atas Taipei 101-nya kayak "yaudah aja" gitu, akhirnya kita makan Pepper Lunch di mall bawah Taipei 101 hahaha. Terus kocak gitu kita liat bocil tantrum, abis itu diseret bapaknya. Bapaknya udah males kali ya. Bocilnya dipakein tali biar ga kabur hahahahah

Abis sarapan, kita foto-foto di atas. Tapi agak berkabut huhu. Tapi Thesar jago, jadi tetep dapet foto-foto bagusss. Selepas Taipei 101, siangnya kita ke Taipei Fine Arts Museum (tiketnya 30rban/pax). Museum ini deket banget ternyata sama hostel gue bertiga di daerah Yuanshan. Dari Yuanshan Station bisa lanjut bus atau jalan kaki kalo mau. Dari Taipei Fine Arts Museum kita lanjut ke coffee shop yang gue pengen datengin dari awal. Karena lucu banget. Namanya Mooncat. Pas gue mau masuk, gue bingung "mbak, antum kok jualan baju? Saya kira tempat ngopi, soalnya saya mau foto-foto". Jiakhhh ternyata boleh foto-foto tapi beli baju ya mbhaaaaaa. Oghay bhaiqqq. Untungnye bajunya murah-murah. Tengsin dong gue udah jauh-jauh kesitu tapi gak jadi foto-foto. Anjir berarti referensi dari instagram tuh bener-bener tipu muslihat bgt yak

Setelah dari toko baju berkedok tempat ngopi k
ita menuju ke MRT Shilin karena tempatnya deket situ. Dan to be honest, dari hostel kita ke Shilin Station juga ga jauh-jauh amat. Dari Mooncat kita menuju ke Halal Chinese Beef Noodle daerah Da'an. Gue suka deh sama si Da'an Neighborhood ini. Jadi modelnya tuh kayak banyak homemade restaurant dan small coffee shops gitu. Setelah isi perut buat makan malem, kita langsung menuju Taipei 101 buat New Year's Eve disana!

Pas lagi makan di Halal Chinese Beef Noodle itu kita disambut ramah banget sama yang punya. Ya ketauan lah ya kan gue pake kerudung. Terus kata aunty nya, kita ga dapet semeja sendiri, adanya yang gabung sama orang lain. Jadi kita gabung deh sama sepasang Japanese yang cantik-ganteng banget jujur. Awalnya cuma senyum-senyum awkward gitu.

Terus kita pesen ala kadarnya aja kan. Pesen mi 3 mangkok. Terus si mba-mas Japanese depan kita makanannya lebih cepet sampe duluan. Terus kita ngeliatin dia beli apa tuh... ternyata ada chapatti2 gitu. Kita nanya, itu enak ga? Kata doski enak. Yaudah kita pesen juga wkwk. Jadi ngobrol-ngobrol deh sama mereka.

Ngakak deh. Si mas-mba Japanese kan makannya cepet banget, abis makan, rebahannya cuma 5 menit abis itu langsung izin cabut. Giliran kita (EMANG DASAR MENTAL INDON), makannya 10 menit, rebahannya 40 menit sendiri. WUAKAKAKAK. Terus karena gue udah merasa diliatin ga enak nongkrong kelamaan, akhirnya baru kita cabut. Pesen gue, jangan kelamaan nongkrong ya guys. Gak diusir sih, tapi tamu-tamu lain gak ada yang se santuy Indon. Jadi malu eke. Sehabis makan malem kita menuju pusat kota alias menuju tempat utama yg gue tunggu2: tahun baruan di Taipei 101!

Sumpah agak peer sih nyari spot foto yang bagus. Kita literally pindah-pindah dari satu gedung ke gedung lain biar Thesar bisa dapet foto. Nah, pas udah dapet, kita agak nongkrong dulu sementara di salah satu coffee shop. Pas tengah malem yaudah kita liat petasan keluar dari Taipei 101 aja wkwkkw, lengkap sudah salah satu wishlist saya. Terus pulangnya pr bgttttt karena semua warga memenuhi Taipei 101 Station jadi bener-bener semua gerbang masuk tuh full gitu. 

Kita sampe harus jalan kaki ke 1 stasiun berikutnya, tapi tetep rame juga. wkwk yaudah mau gamau ngantri dehhh


Day 5

Setelah semalam bertahun baruan di Taipei 101, paginya kita pesti kejar kereta menuju Taichung. Naik kereta Taiwan Express gitu deh antar kota antar propinsi. Cukup cepat jadinya cuma 2 jam aja sampe Taichung. Kayak Jakarta-Bandung kalo ga pake drama di Cikampek gitu sih sebenernya. Pas udah sampe Taichung kita kan bawa koper gitu ya, jadi mau gamau check-in & drop koper dulu di hotel.

First stop pertama kita adalah di Miyahara Ice Cream. Ice cream shop ini emang terkenal gituuu dan endeus banget sih! Udah gitu style nya rada Europe2 gitu dan di depan shop ini ada kali kecil yang kita bisa duduk duduk di taman pinggirannya. Es krimnya enak sih, cuma ngantrinya perlu ekstra kesabaran ajaa

Habis dari situ kita ke Totoro Bus Stop. Sebenernya bukan tempat wisata atau apa gitu sih, kayak cuma tempat foto aja tapi ada Totoro gitu! Wkwkwk. Terus gak jauh dari Totoro Bus Stop itu ada kayak mini dupe Studio Ghibli gitu. Di Taichung ini gak ada MRT, jadi kita kemana-mana naik bus terus jaraknya jauh-jauh gitu. Jadi kalo di Taichung mesti sabar-sabar naik bus yaaa. Seru kok!

Karena hari masih sore, kita memutuskan untuk ke taman bunga gitu naik kereta di lanjut jalan kaki. Tak lupa untuk selalu mengabadikan momen dimanapun kita menemui spot estetik. Setibanya di taman bunga, kita seneng banget bisa liat tulip lagi merekah! Lalu foto-foto dehhh disana 






Day 6 

Buat kalian yang mau ke sini, aku saranin buat ke Qingjing Farm. Dia agak beda provinsi gitu cuma 1.5 jam aja naik bus. Nah, tiket busnya kalian bisa beli di Stasiun Kereta Express nya Taichung (bukan stasiun yang kereta lokal ya, ga dijual). Bus nya itu udah sepaket harga PP. Dan pemandangannya baguuuus banget. Di sana kalian bisa kasih makan domba-domba gitu. Menurut gue karena ini sifatnya tour antar provinsi, kalo mau amannya sih kalian 1 hari 1 agenda aja. Soalnya gue cuma ke Qingjing ini aja pulangnya menjelang maghrib. 



Day 7 
Di hari ke-7, kami ke Sun Moon Lake. Sama juga prosesnya, kita ke stasiun kereta express Taichung terus beli tiket daily pass bus ke Sun Moon Lake. Kira-kira perjalanan 1.5-2 jam juga. Sesampainya di sana, gue ke Famima dulu buat isi perut (as usual, makan ga modal adalah mam onigiri famima wkwkwk). 

Di sana tuh ada tulisan "mushola" gitu tapi pas kita cari-cari gak ada. Kita tanyalah ke mbak-mbak, untungnya dia baik dan ternyata ruangan buat sholatnya ada guys cuma ga pernah dipake jadi di kunci dan berdebu parah. Mbaknya sampe nunduk2 minta maaf gitu wkwk padahal gapapa mbak, kita juga udah tau diri kalo kita minoritas 

Sehabis sholat, kita sewa sepeda karena ke Sun Moon Lake ini lumayan jauh kalau jalan kaki. Kecuali ente emang berminat jalan sehat bund. Sepeda ini pemakaiannya per jam. Jadi kalian bisa atur sepuas hati. Karena kita berencana buat ke Sun Moon Lake dan gedung culture center (yg menurut gue arsitekturnya sabi bgt)




Day 8 

Back to Taipei dari stasiun kereta expressnya Taichung. Nah, karena ke airport nya masih lama, jadi kita bisa tuh titip koper dulu di loker sewaan. Menurut gue kalian bisa manfaatin itu guys, jadi bisa jalan-jalan dengan lega. Sesampainya disana, kita beli oleh-oleh nastar hits Taiwan yang bentuknya kotak itu wkwkwk. Tak lupa menyempatkan diri untuk ke Elephant Mountain biar bisa liat Taipei 101 dari atas. Lebay sih sebutannya mountain, padahal nanjaknya cuma 15 menitan wkwkwk. Tapi view dari atas bagus banget! Worth the hike

Lalu pas mulai menjelang sore, kita ke airport dehhh lalu kembali ke Jakarta! 

Super fun sekali liburan kali ini, apalagi ini my first time ke luar negeri sama Opay tapi dia sabar sekali  <3

Saturday 26 October 2019

Lombok 2019

Yayyy! My second team outing in Traveloka!

Wkwkwk gue gue lagi yang ngurusin. Kali ini cuma gue seorang diri sih. Tapi untungnya ada EO gue Kevint yang selalu siap sedia menanti. 

Kali ini karena tim gue rese kaga ada yang mo jadi panitia juga, akhirnya acaranya gue bikin suka-suka gue. Wkwkwkwkwk

Ya jadi bener-bener, acaranya tu selera gue gitu deh kak. Tapi gue tentunya tetap memerhatikan unsur keseruan dan kepuasan para peserta yaa. Supaya satisfaction rate terhadap ide acara gue tetep OK. 

--- 

Sumpah bikin outing ini pake drama. Drama soalnya, tahun ini policy-nya satu orang cuma bisa ikut 1 acara. Artinya anak-anak Singapur mesti milih nih mau ke Lombok atau ikut Singapore Office outing? Gue udah bela-belain pilih tanggal yang mereka sekalian Townhall ke Jakarta biar biaya nya murah, eh mereka pada milih Singapore Office outing ke Club Med :(

Yha, kalah pamor deh aku sama Club Med Bintan

Gapapa. Ini kali pertama gue ke Lombok, dan bener-bener lanskap Lombok SECANTIK ITU!


Just landed in Lombok!
Berhubung gue panitia, tentunya gue bisa suka-suka. Jadi gue selalu milih early flight supaya nyampe duluan dan bisa jalan-jalan duluan hehehe. Ini bersama batch pagiii

Kita nginep di Svarga Resort, Senggigi.
Bagus banget resort nya! Gue sih suka yaa
Walaupun tim bapak-bapak suka curhat katanya pegel mesti naik tangga/nunggu lift wkwkwk





Malemnya Gala Dinner gitu.
Sumpah ini pun juga gue mikir otak sendiri, gimana caranya bikin acara yang kocak dan engaging. Alhamdulillah itu acara memorable banget kata orang-orang!

Gue bikin semacam tebak gambar, cuma gue kasih punchline di akhir screenshot salah satu temen gue di tahun 2010 yang gue berhasil stalk. Bahkan baru bikin kontennya pas sampe hotel. Tapi gue selama di perjalanan udah cari-cari bahan sih. HAHAHAHAHA

Traveloka mesti ngasih gue award: creative last-minuter nih.

Epic!


Besoknya kita full outdoor activities di Gili Trawangan.
Sepedahan of course, aktivitas favorit saya! :)

Walau banyak yang berguguran capek di tengah jalan, tidak apa-apa. Setidaknya itu seruuu banget full day gue ngerasa happy banget bisa mewujudkan Amazing Race naik sepeda!

Btw tim gue kompetitif banget anjer. Biasa aja donggg kan ini cuma maenan wkwk cuma bos gue menang juara 1. Bener2 mental kompetitif


Abis gerah2 naik sepeda, snorkeling deh jebur jeburrr!


Next day-nya, orang pada pulang, tapi aku lanjut extend keliling Lombok sama beberapa teman!
Kita sewa villa murmer gitu buat 1 malem dan sewa 2 motor buat keliling2 Lombok
Wkwk seru bgt dah bolang abizzz. Isinya haha-hihi doang ga ada kepikiran kerjaan kantor samsek


Lagi belajar menenun di Desa Sade, Lombok


Ke Goa ini. Sumpah bau banget. Ok cukup 1x seumur hidup ya aku ke tempat ginian. Gamau lagi karena bau pengen muntah :(



Nah ini dia warga-warganya. Btw ini 2 geng yang lagi extend di Lombok, lalu bersatu di Pantai Tanjung Aan. Wkwkwk


Tanjung Aan, ini persis banget sebelahan sama Bukit Merese.


Sunset at Merese Hills
Sooo pritiii



Nah, besoknya tuh temen2 gue pada flight pagi duluan kan. Meanwhile gue mesti killing time sampe flight gue yang sore-sore. Akhirnya gue join another geng (?) 
Dan kita ke Gili Nanggu!
Bagus banget Gili Nanggu!

Kita snorkeling disanaaa huhu ikan-ikannya warna warni banget


Kita juga island hopping, ke Gili Air dan Gili Kedis


Happi banget aku kayaknya gabisa memilih deh lebih suka pantai atau gunung. Suka semua!

Pelajaran yang aku dapat dari perjalanan ini:

- Bahwa aku tu sebenernya bakat jadi EO & jadi pelawak (?)
- Jangan pergi ama cowok2 apalagi kalo lo cewek sendirian. Bukannya apa2. masalahnya cowo gue ribet wkwkwk males bgt

Ok bye!

Sunday 15 September 2019

Weekend Getaway: Tebing Koja


Tebing Koja,
Banten
7 September 2019


Pada hari itu gue ada urusan dari pagi sampe siang di daerah Tangerang Kota, sendirian. Lepas dzuhur, gw sholat dan makan di McDonald's sekitar. Gw mau pulang, cek Google Maps dulu. Kok JORR macet bingits. Ngeliatnya aja mo nangis, apalagi nyetirnya...

Berhubung gw uda setengah jalan menuju ke Serang Banten, gw mikir, apa gw jalan-jalan dulu ya?

Yaudah jadilah gw impromptu ke Tebing Koja, Desa Cikuya, Banten. 

Dari Tangerang Kota, masih 40km-an lagi. Exit tol Balaraja Barat, and then lu mesti ke arah Cikuya (ikut jalan lama, yang tembus-tembus bisa ke Sukabumi). Sebenernya itu gw udah setengah jalan ke Baduy banget hahaha.. jalan menuju ke tempat ini banyak pungli. Ya.. no wonder sih gw liat juga emang belom kesentuh Pemda. Belom ada gapura formal & sistem ticketing yang memadai. Jadi ya banyak pungli2an begini deh. Tapi gapapa guys, nikmatin aja~

Cakep banget Tebing Koja! Definitely wanna go back here and explore more spots in Desa Cikuya! 

#LoveCikuya









Sebenernya pada hari itu gw lagi sad banget hahahaha. Makanya se-mellow itu sampe perlu me-time. 

Dan jalan-jalan kesini sendiri bener-bener keputusan terbaik. Karena selain bisa refreshing, gw jadi ada temen ngobrol. 

Foto-foto ciamik ini adalah hasil buah karya Pak Bungsu salah satu pemilik warung disana yang tiba-tiba nyamperin gw. "Sendirian aja neng? Mau bapak pandu gak?"

Awalnya gw males kan. Tapi yaudah deh, saia kan extrovert mana mungkin menolak diajak ngobrol :P

Diajak muter-muter. 

Difoto-fotoin.

Gausah sedih, menurut lo itu foto gw banyak bener manjat tebing gara-gara siape? Dia nyang (((nyuruh))). Hmmm bhaeq. Untung ciamik walau cuma modal vivo. Wkwk

"Yah mba batrenya tinggal 3% ini gimana mau poto lagi" -- abang kenapa semangat bener :)) ntu aja uda kebanyakan poto saia entar saia bingung ngaplodnya. 

Akhirnya mati lah itu batre saya. 

Saya akhirnya numpang ngecas di warung beliau. Kenalan juga sama istrinya. Mayan deh yaa ngobrol-ngobrol bisa sambil ngecas dan minum kelapa muda abis muter-muter. Huhu enak banget... 

Disitu gw sambil ngobrol-ngobrol sama Pak Bungsu dan istrinya. Nanyain kira-kira bisa bantu atau engga anaknya baru lulus SMA pengen langsung kerja aja gamau lanjut sekolah lagi. Gw tanya bisa skill apa aja? Komputer bisa ga? Ternyata belum bisa... sedih deh gw rasanya :( 

Pengen banget gitu bikin program biar orang-orang di desa tuh bisa siap kerja gitu. Pak Bungsu cerita soalnya dia bingung juga disitu cuma bantuin istrinya dagang, kalo gak ngojek, kalo gak bantu jadi tour guide. Apa aja yang penting halal. Akhirnya yaudah deh gw tukeran no.telp aja dulu... 

Buat temen-temen yang pengen adain pemotretan di Tebing Koja dan sekitarnya (yep, mereka ada spot lain seperti Wisata Solear, Tana Mera, dsb) :

Harga mulai dari Rp1.300.000 aja (paket pemotretan, tour guide, ama perizinan). Bisa hubungi Pak Bungsu di nomer ini ya - 081298112008

Jujur, gw sebenernya rada marah pas bapaknya cerita kemaren ada orang foto pre-wedd di Tebing Koja paket cuma Rp400.000 tapi pake ditawar. Gw ga habis pikir sih. Orang masih bisa nawar. 

Hadeh.

Gw bisa panjang lebar ni kalo ngomel masalah beginian. 

Intinya, teman-teman kalau mau bisa langsung hubungi no.telp beliau ya! Oia, beliau juga temenan sama @tonymotret. Gw liat instagramnya ini cakep-cakep. Doi juga yang pertama kali viralin daerah ini ke warganet. 

Semoga pada terinspirasi yaaa buat jalan-jalan ke Desa Cikuya! 




Sunday 25 August 2019

Weekend Getaway: Baduy Village


Baduy Village,
17-18 Agustus 2019. 

Di suatu Sabtu yang indah, saya ceritanya lagi di kamar dengerin musik. Bener-bener udah niatin weekend ntu gamau kemana-mana. Tiba-tiba diajak jalan ke Banten sama ayah. Heh mau ngapain ni orang? Oh paling mau ziarah yak. 
Biasanya kalo ke Banten emang ke Masjid Agung dan ziarah disitu. 
Terus yaudah kan saya ganti baju. Tiba-tiba disuruh bawa baju tambahan dong. Wadidaw wadindin kenapa kayak mau menginap. Menginap dimana pulak.

Yaudah berangkat deh tu ya jam 2 siang.
Kok ini ga nyampe-nyampe
"Yah mau kemana sih?"
Saat itu kondisinya udah lewat maghrib dan jalanannya nanjak terjal abis. Jadi ngeri juga kan coi kalo bikin bapak saia emosi.
Gue liat dong google maps nya. WUANJAY NI WARGA KAGA BILANG-BILANG MO KE SUKU BADUY. 
Yaude, saya, mak saia, dan Naomi pasrah ae tu ngikut. 

Gausah sedih kak. Nyampe sana ape?
Kaga bisa turun lagi ke bawah gara-gara udah malem dan jalanan terlalu berbahaya buat balik ke kota. HAHAHAHA. Hotel terdekat ialah 26km. Jeng jeng
Alhasil, kita lobi-lobilah warga. Alhamdulillah ada yang mau menampung kami bermalam. Rumahnya enak. Beliau punya usaha konveksi rumahan. Dan, persis depan gerbang masuk ke perkampungan suku Baduy Luar. 
Bener-bener ga nyangka sih bakalan nge-trip ke Suku Baduy sedadakan ini. Hahahaha...

Yaude tidur kan tu. Subuh-subuh bangun dan siap-siap untuk berjalan-jalan ke perkampungan sesungguhnya. 

Wei asli.
Kaga ada purpose, ini pure bapak saiia aja maunya HALAN-HALAN. Hadeh
Yaudela untungnya saia demen juga. Cuman kesian ntu emak sama adek saia gampang pegel, doi berdua cuma setengah jalan deh. 
Saya pure terus sampe ke dalem cuma buat liat Jembatan Bambu dan beli-beli kain yang konon kalo di kampung aslinya bakalan jauh lebih murah hehehe. Yawdade. Kita dianter oleh Bang Ajat, Black, dkk. 






Ini katanya Jembatan Bambu tempat syuting film berjudul Ambu.
Bagus deh kak, saya suka. Sangat asri perkampungannya (yaiyalah!)
Benar-benar tidak ada listrik, bikin saya berkontemplasi selama diperjalanan




Saya ama mak saya ujung-ujungnya kalap beli beginian dong



Gokil. Semua hiking pake sendal teplek. Wkwk
Gak well-prepared. Ya namanya juga dadakan


Kalo warga bilang jalan cuma 2km, itu artinya dikali 2 ya kak. Pantesan saia ama bapak saia lumayan pegel, 8km aje tuh bolak balik..


Foto bersama Dek Asma, adik dari Suku Baduy Dalam yang hari itu memulai petualangan ke luar. Seru sekali!

Alhamdulillah seneng banget weekend getaway modelan dadakan begini. Setidaknya gue jadi belajar banyak. 

Warga Suku Baduy ada Dalam dan Luar. Kalau ke Suku Baduy Dalam kita mesti jalan 12km lagi wak dari gerbang luar :( 

Di perkampungannya bener-bener gak ada listrik. Menurut adat, kamera dan sendal pun cuma boleh sampai Baduy Luar. 

Suku Baduy Luar kerjaannya yang wanita biasanya menenun selain mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau yang laki-laki bertani dan most likely bikin rumah mereka sendiri. Btw, di Suku Baduy mereka engga miara kambing. Katanya cuma ayam. Kambing katanya merusak lingkungan (?) Hmmm

Mereka pun makan padinya bukan yang ditanem di terasering, tapi padi gogoh yang ditanam di tanah. Terus mereka semua gak sekolah :(

Gue tanya dong, lah tapi bisa baca gak?

Bisa. Katanya bisa baca karena mereka belajar-belajar sendiri waktu jalan-jalan ke kota dan ngeliat2 sekitar. Ooooh pantesan jadi selama ini mereka ke kota selain buat berjualan juga buat belajar-belajar. Salut banget sih gue!

Ohiya, hasil tenun suku baduy OKEEE BANGET menurut gue!
Pengen kembangin ini deh di @batavianmade. Doain ya mau eksperimen-eksperimen dulu! 
Dan doain juga semoga bahan bakunya sustain.. hahaha

This trip was indeed inspired me a lot! <3 Thanks, dad.